
Oleh Devia Hartono Puteri
Mahasiswa Magister Ilmu Lingkungan Universitas Maritim Raja Ali Haji
Keseimbangan ekologi pada mulanya terjaga dengan baik, karena masyarakat menjaga lingkungan dengan memprioritaskan lingkungan sebagai sumber kehidupan. Pola interaksi antara manusia dengan lingkungan didasari atas kepercayaan, keyakinan bahkan mitos atau dalam masyarakat dikenal dengan istilah kearifan lokal. Namun, keseimbangan alam atau ekologi saat ini tidak terjaga lagi hal ini dikarenakan manusia/masyarakat sudah mulai meninggalkan kearifan lokal dan adanya kebutuhan manusia yang meningkat memaksa manusia mengekploitasi lingkungan ekologi seacara berlebihan.
Adanya gaya hidup yang konsumtif dapat mengikis norma-norma kearifan lokal dimasyarakat. Kearifan lokal erat kaitannya dengan tradisi dan budaya-budaya wilayah setempat dalam menjaga sumber daya alamnya. Terdapat beberapa tradisi budaya di Indonesia yang menarik untuk dibahas dalam menjaga keseimbangan ekologi, salah satunya yakni tradisi “sasi laut” di Maluku. Tradisi ini memiliki tujuan utama, yaitu agar masyarakat dapat menjaga kelestarian dan menggunakan suatu sumber daya kelautan secara bijak dan berkelanjutan (sustainable) tanpa mengeksploitasi secara berlebihan. Hal ini didasari oleh pembangungan sektor kelautan dan perikanan di Indonesia yang dihadapkan pada berbagai tantangan, salah satunya yaitu penangkapan berlebih (overfishing).
Definisi sasi berasal dari kata “sanksi” yang artinya larangan. Sasi laut merupakan larangan pemanfaatan sumber daya alam di di laut dalam jangka waktu tertentu yang dimaksudkan untuk kepentingan ekonomi masyarakat. Sasi juga dapat diartikan dengan larangan untuk mengambil dan merusak sumber daya alam tertentu dalam jangka waktu tertentu untuk menjaga kelestarian sumber daya alam. Sasi ditetapkan dengan tujuan agar masyarakat dapat mengelola sumber daya kelautan secara bijaksana dan membagi hasilnya dengan adil sesuai dengan peraturan yang telah dibuat. Kegiatan yang dilakukan masyarakat lokal dalam menjaga kelestarian sumber daya yang berkelanjutan sekaligus meningkatkan kesejahteraan ekonominya adalah dengan menerapkan sistem “buka sasi” dan “tutup sasi”.
Masa tutup sasi yakni larangan kepada masyarakat dalam pengambilan sumber daya, dan masa buka sasi, yakni diizinkannya pengambilan sumber daya oleh masyarakat untuk dimanfaatkan. Peraturan ini tidak hanya fokus pada pengambilan sumber daya, namun juga beberapa norma lainnya, seperti larangan menggunakan racun/bahan peledak untuk menangkap udang dan ikan, larangan memotong pohon bakau (mangrove), larangan mengambil kulit pohon mangrove sebagai bahan penguat jaring, larangan mengambil karang hidup di laut, dan larangan menangkap ikan dengan mata jaring yang terlalu kecil.
Masyarakat yang melanggar aturan-aturan sasi tersebut akan mendapatkan sanksi sosial dan diserahkan ke polisi. Dalam pelaksanaan sasi laut, terdapat polisi adat pada beberapa desa yang diperintah langsung oleh pemerintah Negeri (desa) yang dikenal dengan kewang. Tugas mereka yakni mengawasi pelaksanaan sasi, memelihara dan menjaga batas-batas Negeri, menindak para pelanggar hukum adat, dan melaksanakan peraturan.
Pada era modern, tradisi seperti ini telah memudar meskipun ada beberapa pihak seperti LSM yang masih mendorong kelestarian tradisi tersebut. Tantangan saat ini yakni kurang adanya tanggapan dari pemerintah Indonesia dalam membuat regulasi terkait perlindungan dan pengakuan hak masyarakat adat yang selama ini telah diterapkan secara turun-termurun. PR pemerintah yakni memberikan kejelasan bagi hak-hak masyarakat adat. RUU Masyarakat Hukum Adat sampai saat ini belum disahkan meskipun draft RUU telah ada. Padahal adanya undang-undang mengenai masyarakat adat dapat melindungi sistem hukum adat, tradisi, norma, dan kearifan lokal masyarakat adat, termasuk hak untuk mengelola sumber daya di wilayah mereka. Selain itu, terjaganya kearifan lokal seperti ini dapat menjadi contoh/acuan untuk daerah lain dalam menjaga kelestarian sumber daya pada daerahnya masing-masing.
Tulisan ini pernah dimuat di https://www.sidaknews.com/2023/02/01/mengenal-kearifan-lokal-sebagai-budaya-konservasi-sumber-daya-alam/