Rahima Zakia | NIM: 2200020001 (Mahasiswi Magister Ilmu Lingkungan FIKP UMRAH)
Pulau Bintan merupakan salah satu kawasan pesisir yang memiliki potensi ekosistem mangrove sekaligus destinasi wisata bahari utama di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).
Meningkatnya aktivitas pembangunan di Pulau Bintan telah meningkatkan tekanan terhadap ekosistem pesisir, termasuk ekosistem mangrove.
Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Kepulauan Riau melaporkan laju kerusakan hutan mangrove sebesar 0,46 hektar per-tahun antara tahun 1995 hingga tahun 2013, salah satunya karena faktor kondisi sosial ekonomi dan kurangnya pemahaman terhadap fungsi ekologis hutan mangrove.
Mangrove sudah lama berkembang di pesisir pantai Kepulauan Riau, khususnya Pulau Bintan. Salah satu manfaat pentingnya mangrove adalah peluang pengembangan ekowisata berkelanjutan yaitu ekowisata hutan mangrove berbasis kawasan perdesaan.
Ekowisata mangrove merupakan salah satu pemanfaatan ekosistem mangrove sebagai wisata alam yang ditujukan untuk melestarikan lingkungan dan menjaganya sebagai sumber pendapatan daerah.
BACA JUGA: https://nagatimes.com/detail/pemkab-bintan-tak-serius-tangani-penerangan-jalan-umum-minim-penerangan-sebabkan-kecelakaan
Strategi yang digunakan dalam mengembangkan ekowisata mangrove ialah dengan menggunakan konservasi alam yang berprinsip pada keaslian dan keutuhan suatu ekosistem di area alam, sehingga mampu mempertahankan kelangsungan hidup keanekaragaman di dalamnya.
Ekowisata mangrove berbasis masyarakat di tingkat desa berpotensi menciptakan lapangan kerja, selain menguntungkan secara ekonomi, juga dapat diterima secara sosial dan budaya oleh masyarakat setempat.
Awal pengembangan ekowisata berbasis desa pesisir merupakan solusi yang mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya dan lingkungan, menghargai perspektif sosial budaya masyarakat lokal dan memastikan manfaat ekonomi jangka panjang.
Pemanfaatan ekosistem mangrove untuk ekowisata memiliki tantangan pembangunan berupa dukungan kelembagaan desa, kapasitas manusia, pemasaran produk, pengelolaan kelembagaan kelompok masyarakat dan kemampuan melihat keunikan daerah/desa sebagai peluang bisnis. Di samping itu peran masyarakat juga diperlukan demi keberhasilan kegiatan ekowisata mangrove.
Keterlibatan masyarakat sangat penting untuk mencapai tujuan ekowisata itu sendiri. Persepsi masyarakat terhadap ekowisata juga tercermin dari perubahan pola pikir masyarakat yang sebelumnya tidak menyadari pentingnya menjaga lingkungan menjadi menyadari pentingnya pelestarian alam.
Partisipasi dan kapabilitas masyarakat menjadi penting dalam suksesnya pengelolaan hutan mangrove berkelanjutan, dengan mengintegrasikan antara kepentingan ekologis dengan kepentingan sosial ekonomi masyarakat di sekitar hutan mangrove.
Ada lima faktor kunci yang harus diperhatikan dalam ekowisata berbasis masyarakat di wilayah Pulau Bintan yaitu partisipasi masyarakat, konservasi, ekonomi, pendidikan dan pariwisata. Dengan demikian segala potensi daerah dan sumber daya masyarakat lokal turut tergali dan berkembang.
Dalam mengembangkan dan melaksanakan ekowisata mangrove menjadi wisata yang berkelanjutan, maka partisiapsi masyarakat dalam ekowisata mangrove perlu melakukan hal sebagai berikut:
1. Melakukan perencanaan.
Berupa perencanaan lokasi wisata, perencanaan kegiatan wisata, dan penyusunan anggaran.
2. Melibatkan berbagai pemangku kepentingan.
Dalam pelaksanaannya harus mampu melibatkan banyak pihak, terutama pemerintah daerah dan masyarakat. kolaborasi yang baik dengan berbagai pihak, akan memberikan hasil yang lebih baik terhadap pengembangan ekowisata mangrove.
3. Melaksanakan program sesuai rencana.
Dapat melaksanakan program kerja sesuai dengan rencana yang yang sudah dibuat.
4. Melakukan komunikasi efektif dengan berbagai pihak
Mampu melakukan komunikasi efektif dengan berbagai pihak. Komunikasi efektif sangat penting dalam mengembangkan ekowisata, karena selain dapat menjalin kerja sama, komunikasi juga menjadi salah satu cara mempromosikan wisata di wilayahnya.
5. Melakukan evaluasi
Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah melakukan evaluasi secara berkala terhadap program yang telah dilakukan untuk menjadi bahan pertimbangan ke depannya.
Selain itu hal yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan ekowisata mangrove di setiap desa berupa kejelasan status kepemilikan lahan di setiap desa.
Oleh karena itu, diperlukan peta kepemilikan tanah wilayah dan peta sosial ekonomi masyarakat desa untuk menghindari konflik di kemudian hari. Hal lain yang juga perlu dilakukan adalah menyadarkan kelompok masyarakat, perangkat desa dan masyarakat desa/kelurahan tentang mangrove dan pentingnya mangrove bagi lingkungannya serta menyiapkan infrastruktur pendukung pengembangan ekowisata mangrove.
Salah satu kawasan di Pulau Bintan yang telah memanfatkan ekosistem mangrove sebagai kawasan ekowisata mangrove adalah Desa Pengudang, Kabupaten Bintan yang dipelopori Iwan Winarto.
Pada sesi pelatihan peningkatan Capacity Building bagi kelompok masyarakat “Menuju Desa Mandiri Peduli Mangrove” yang diselenggarakan pada hari Minggu 04 Desember 2022 oleh Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) berkerja sama dengan Badan Restorasi Gambut dan Mangrove melalui program Matching Fund Kedaireka tahun 2022, Iwan menyampaikan bahwa dalam pengelolaan ekowisata mangrove harus melibatkan seluruh elemen masyarakat karena sejatinya masyarakat bisa berkembang kearah yang lebih baik jika bisa bekerja keras, bekerja cerdas, bekerja ikhlas secara bersama mengingat banyaknya peluang dan harapan yang bisa dilakukan bersama sama untuk kemajuan Desa kedepannya.
Tulisan ini pernah dimuat di https://nagatimes.com/detail/partisipasi-masyarakat-pulau-bintan-dalam-sektor-ekowisata-mangrove-menuju-desa-mandiri-peduli-mangrove dan https://ediputradionmrblack.blogspot.com/2022/12/partisipasi-masyarakat-pulau-bintan.html